Trendingpublik.Com, ISLAMI — KH A Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan tata krama bertamu bagi seorang Muslim. Agar tamu dan tuan rumahnya merasa nyaman. Tata krama tersebut bersumber dari surat An-Nur ayat 27: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ وَتُسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”
“Misalnya orang modern yang tidak ingin mengganggu orang lain. Ada ayat لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟, dari ayat ini ukurannya bukan salam dulu, tapi nyaman. Kamu merasa nyaman dulu,” katanya pada Haul ke-34 KH Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (3/12/2022).
Gus Baha menjelaskan, ukuran nyaman tersebut sesuai kaidah ‘La Dharara Wala Dhirara’. Maksudnya seseorang tidak mengganggu diri sendiri dan gangguan orang lain. Jangan mudaratkan diri sendiri dan orang lain.
Ukuran selanjutnya bisa dilihat dari sisi keakraban, jam kosong orang tuan rumah, dan kebutuhan tuan rumah akan tamu. Bisa juga dilihat dari jam istirahatnya, artinya tidak bertamu saat pemilik rumah sedang istirahat.
“Kalau saya bertamu di kiai yang tidak kenal saya, mungkin kedatangan saya dianggap problem. Karena datang di jam tertentu. Jadi saya harus mikir,” tegas Gus Baha. Berangkat dari itu, Gus Baha meminta seseorang yang mau bertamu tidak mengucapkan salam dulu.
Karena sesuai tuntunan Al-Qur’an, harus nyaman dulu. Oleh karenanya, penting memastikan kenyamanan pemilik rumah.
“Coba bayangkan, kiai pas makan lalu ada tamu. Kan jadi bingung, mau dijawab masih ngunyah makanan. Bisa keselek. Hal seperti itu harus diperhatikan,” imbuhnya.
Dikatakan Gus Baha, salah satu cara melihat apakah tuan rumah itu nyaman, hendaknya menunggu undangan. Karena kalau sudah begitu, tuan rumahnya sudah siap untuk menerima. Tradisi tersebut juga hidup di kaum Nahdliyin, datang ke rumah kiai ketika diundang.
“Saya pernah diceritakan salah satu keluarga dari KH Maimun, ia cerita pernah tidak senang didatangi Kiai Maimun karena saat itu ia khutbah Jumat dan Kiai Maimoen shalat di shaf awal. Akhirnya, ia sakit. Karena grogi,” tandasnya.
(rdks-TP) Sumber; NUonline