Trendingpublik.Com, Makasar – Pj Gubernur Sulawesi Selatan, Bahtiar Baharuddin, mengungkapkan bahwa defisit anggaran Pemerintah Provinsi Sulsel yang mencapai Rp 1,5 triliun telah membuat daerah tersebut dalam kondisi sulit.
Pernyataan ini disampaikan saat pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah Sulsel tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 dalam rapat paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, Rabu (11/10/2023).
“Kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin, nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam,” ujar Bahtiar, dikutip Selasa (17/10/2023).
Menurut Bahtiar, defisit anggaran tersebut disebabkan oleh perencanaan anggaran yang bermasalah selama bertahun-tahun di masa pemerintahan gubernur sebelumnya.
Permasalahan utang yang bertumpuk berasal dari klaim pendapatan dana bagi hasil (DBH) yang seharusnya diperuntukkan bagi tingkat kabupaten atau kota di Sulsel, namun digunakan untuk belanja daerah.
“Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang yang kau klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan,” kata Bahtiar.
Bahtiar berencana mengatasi defisit APBD Sulsel dengan menghentikan program-program belanja daerah hingga akhir tahun ini. Hal ini akan memungkinkan pendapatan yang sah untuk digunakan dalam membayar utang sebesar Rp 1,5 triliun tersebut.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menganggap penggunaan kata “bangkrut” oleh Bahtiar kurang tepat dalam menggambarkan kondisi anggaran Sulawesi Selatan saat ini.
“Tanggapan Kemenkeu adalah penggunaan istilah “bangkrut” sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang pada tahun ini,” ujar Prastowo.
Menurutnya, seharusnya kata tersebut tidak digunakan untuk menggambarkan ketidakmampuan Pemprov Sulsel melunasi utang jangka pendek atau panjang pada tahun ini.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK, Sandy Firdaus, menjelaskan bahwa utang yang mengganggu keuangan Pemprov Sulsel berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) milik pemerintah kabupaten dan kota di daerah tersebut yang belum disalurkan oleh pemerintah provinsi.
DBH yang seharusnya diteruskan ke daerah-daerah di bawahnya justru digunakan untuk belanja daerah. Dalam mengatasi permasalahan ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan penerapan opsi pajak daerah untuk memastikan pembagian hasil pajak dan retribusi daerah langsung sampai ke daerah di bawahnya, dengan penerapan ini akan dimulai pada tahun 2025. (Rdks-TP)